Washington DC. Ramadhan 1416H by Mohammad Yasser Fachri. Re-posted by Iqraa A.

Washington DC. Ramadhan 1416H.

Todd Wilson nama pemuda itu. Seorang amerika tulen dan terlahir dari keluarga katholik yang bersahaja. Ibunya bekerja pada sebuah lembaga ‘Homeless Shelter’ kepunyaan pemerintah kota Washington DC. Kami kuliah disebuah universitas di kota itu yang sering disebut dengan GWU. Kami berlainan jurusan dan sebelumnya tidak saling mengenal.

Kami bertemu dalam sebuah kegiatan yang tidak biasa. Aku terlibat dalam kegiatan ramadhan kampus yang diselenggarakan oleh ‘Muslim Student Associasion’ chapter GWU. Sebagai bagian dari penyelenggara, aku terlibat dalam menyiapkan makanan untuk buka puasa atau yang kami sebut dengan ‘Iftar’. Ini tahun pertamaku terlibat. Sedangkan bagi Todd ini adalah tahun kedua. Kami membutuhkan jasa Todd sebagai penghubung. Hal ini disebabkan acara Iftar kami dipenuhi banyak sumbangan makanan dari kedutaan besar negara-negara muslim dan beberapa negara non muslim yang bersimpati. Kami mengatur jadwal kesediaan mereka untuk menyumbang jauh hari sebelum ramadhan menjelang dan selalu jadwal itu sudah terisi penuh, sehingga kami membiarkan 2 sampai 3 kedutaan besar negara muslim untuk menyumbang makanan berbuka puasa setiap harinya. Begitu antusiasnya mereka mengirimkan makanan sehingga banyak dari makanan itu berlebih pada akhirnya dan kami harus menyumbangkan kelebihan itu kepada ‘Homeless Shelter Washington DC’, tempat dimana ibu Todd bekerja.

Todd telah terbiasa bergabung dengan kami sebelum acara berbuka puasa dimulai, walaupun saat itu tenaganya tidak kami butuhkan. Ia tampak antusias dan dari pengakuannya ia sedang mempelajari islam dengan seksama dan selalu terlibat diskusi-diskusi yang panjang dengan siapa saja diantara kami maupun seorang guru besar Univ. Georgetown yang banyak memiliki ‘scholar’ dalam bidang perbandingan agama. Satu yang amat disenanginya adalah melihat kami berbuka dengan makanan yang sederhana berupa kurma dan kemudian beranjak untuk mendirikan sholat maghrib. Kebiasaan setelah itu dilanjutkan dengan makan bersama sambil menyapa satu sama lain walaupun dengan latar belakang negara, etnis dan warna kulit yang berbeda. Hal ini terus berlangsung hingga waktu isya mengingatkan kami kembali untuk bersujud kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Jika hari itu adalah Jumat, Sabtu atau Minggu, maka kami teruskan dengan sholat terawih berjamaah.

Todd selalu hadir di dekat kami, memperhatikan dan mencermati. Ketika kami sedang sholat, terkadang ia lewati waktunya dengan membaca Al Quran terjemahan yang ia miliki. Dan setelah sholat selesai ditunaikan, kami bergerak bersamanya ke ‘Homeless Shelter’, tempat dimana kami menyumbangkan makanan yang masih kami miliki dengan utuh. Suasana ‘Shelter’ itu begitu ramah dan bersahabat. Kami terkadang terlibat percakapan dengan para tunawisma yang ada di sana. Todd terus mencermati. Pada satu saat setelah melihatku terlibat pembicaraan yang serius dengan seorang wanita tua tunawisma sampai-sampai wanita itu memelukku, Todd bertanya dengan wajah yang penuh keheranan, “Bukankah Tuhan orang ‘islam’ itu membenci kekafiran?” Aku tersenyum. Dalam perjalanan pulang kutunjukkan kepadanya sebuah ayat dari kitab yang mulia,

“Maka disebabkan rahmat Allah lah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan duniawi. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran [3]:159)

Kujelaskan kepadanya bahwa itu adalah salah satu sifat Rasulullah saw dalam menghadapi para pengikut Nabi dan manusia-manusia lain diskelilingnya. Sesuatu yang Rasulullah saw dapatkan dari sebuah didikan yang tiada taranya. Dalam hal ini Rasulullah pernah menyampaikan, “Aku dididik oleh Rabb-ku, maka sungguh amat baik hasil didikan-Nya.” (HR Muslim). Kujelaskan kepadanya arti kata dari ‘Rabb’ dalam bahasa arab yang berarti “Yang Maha Mendidik”. Allah memberi ujian kepada manusia dalam hidupnya dengan kesenangan, kesusahan, kesempitan, kelapangan, sehat dan sakit semuanya adalah untuk mendidik mereka menjadi hamba-hamba-Nya yang mulia. Dan kemulian itu hanya dapat diraih dengan akhlak yang baik. Dan kenyataan itu terlihat pada diri Rasulullah saw. Ia menjadi manusia mulia dengan segala ujian kasih sayang Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya. Dimulai dari ayah Nabi yang wafat sebelum Beliau dilahirkan, dibawa jauh dari ibu Nabi untuk disusukan kepada wanita dusun, tidak mengeyam pendidikan membaca dan menulis, hidup dalam naungan kakek dan paman, menjadi pengembala, belajar berdagang sampai menjadi saudagar yang kaya raya tapi miskin dalam hal bathin hingga menjadi miskin tapi kaya hati karena membawa risalah agama Allah. Aku katakan kepada Todd, jika kita merasa sedang dalam didikan Allah, kita akan merasa lapang dan ikhlas akan apapun yang Allah tentukan untuk kita. Dan semua itu akan berpengaruh pada akhlak yang kita miliki. Akhlak mulia yang membawa ketentraman bagi orang-orang disekitar kita. Hak hidup ini adalah milik Allah dan kita dituntut untuk melakukan amal sholeh dalam mengisinya untuk mempertanggungjawabkannya kelak dihadapan Allah. Lama ia terdiam dan aku membiarkannya.

19 Ramadhan 1416 H
Ketika sholat Jumat itu akan ditunaikan di salah satu ruangan di student center GWU, kami menjadi saksi sebuah peristiwa yang amat membahagiakan. Lebih dari seratus lima puluh jemaah telah hadir dan Todd salah satu diantaranya. Sebelum khutbah Jumat, Todd bersaksi dengan syahadat bahwa ia menjadi seorang muslim. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa satu pertanyaan besar dalam hidupnya telah terjawab sudah. Sebuah doktrin yang sedari kecil selalu ditanamkan oleh kedua orangtuanya. Dan hatinya selalu menolaknya. Ia lalu membaca sebuah terjemahan ayat dari Al Quran,

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS Al Maaidah [5]:73)

26 Ramadhan 1416 H
Malam itu seperti malam-malam akhir pekan lainnya, kami melaksanakan terawih. Setelah delapan rakaat ditunaikan, ada jeda yang panjang bagi kami. Kami sengaja tidak melaksanakan witir disebabkan malam itu adalah sepuluh malam akhir ramadhan. Banyak dari kami melanjutkannya dengan pergi ke Islamic center untuk beriktikaf. Aku melihat Todd duduk membaca Quran terjemahannya sambil melihat jelas tetesan air mata yang membasahi wajahnya. Aku dekati ia dengan memanggil namanya. Ia menjawab, “Panggil aku Umar! Umar Al Faruk Wilson!” Begitu ia menjawabku. Ia telah mengganti namanya dengan sebuah nama seorang mujahid yang agung. Salah seorang sahabat rasul-Nya yang mulia, Umar Ibn Khatab yang memiliki gelar Al Faruk. Kembali ia menunjukkan sebuah ayat yang tidak akan pernah terlupakan bagiku sepanjang hidupku,

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf (baik), dan mencegah dari yang munkar (buruk), dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlil kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran [3]:110)

Leave a comment